Kelompok tani secara tidak langsung dapat dipergunakan sebagai salah
satu usaha untuk meningkatkan produktivitas usaha tani melalui
pengelolaan usaha tani secara bersamaan. Kelompok tani juga digunakan
sebagai media belajar organisasi dan kerjasama antar petani. Dengan
adanya kelompok tani, para petani dapat bersama – sama memecahkan
permasalahan yang antara lain berupa pemenuhan sarana produksi
pertanian, teknis produksi dan pemasaran hasil.
Kelompok tani sebagai wadah organisasi dan bekerja sama antar anggota mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat tani, sebab segala kegiatan dan permasalahan dalam berusaha tani dilaksanakan oleh kelompok secara bersamaan. Melihat potensi tersebut, maka kelompok tani perlu dibina dan diberdayakan lebih lanjut agar dapat berkembang secara optimal.
Pentingnya pembinaan petani dengan pendekatan kelompok tani juga dikemukakan oleh Mosher (1968) dalam Djiwandi (1994) bahwa salah satu syarat pelancar pembangunan pertanian adalah adanya kegiatan petani yang tergabung dalam kelompok tani. Mengembangkan kelompok tani menurut Jomo (1968) dalam Djiwandi (1994) adalah berarti membangun kemauan, dan kepercayaan pada diri sendiri agar dapat terlibat secara aktif dalam pembangunan. Disamping itu agar mereka dapat bergerak secara metodis, berdayaguna, dan teroganisir. Suatu gerakan kelompok tani yang tidak teroganisir dan tidak mengikuti kerjasama menurut pola-pola yang maju, tidak akan memecahkan problem-problem yang dihadapi petani.
Kelompok tani, menurut Deptan RI (1980) dalam Mardikanto (1996) diartikan sebagai kumpulan orang-orang tani atau petani, yang terdiri atas petani dewasa (pria/wanita) maupun petani taruna (pemuda/i), yang terikat secara informal dalam suatu wilayah kelompok atas dasar keserasian dan kebutuhan bersama serta berada dilingkungan pengaruh dan pimpinan seorang kontak tani.
Beberapa keuntungan dari pembentukan kelompok tani itu, antara lain diungkapkan oleh Torres (Wong, 1997) dalam Mardikanto (1996) sebagai berikut:
a. Semakin eratnya interaksi dalam kelompok dan semakin terbinanya kepemimpinan kelompok.
b. Semakin terarahnya peningkatan secara cepat tentang jiwa kerjasama antar petani.
c. Semakin cepatnya proses difusi penerapan inovasi atau teknologi baru.
d. Semakin naiknya kemampuan rata-rata pengembalian hutang petani.
e. Semakin meningkatnya orientasi pasar, baik yang berkaitan dengan masukan (input) atau produk yang dihasilkannya.
f. Semakin dapat membantu efesiensi pembagian air irigasi serta pengawasannya oleh petani sendiri.
Sedangkan alasan utama dibentuknya kelompok tani adalah :
a. Untuk memanfaatkan secara lebih baik (optimal) semua sumber daya yang tersedia.
b. Dikembangkan oleh pemerintah sebagai alat pembangunan.
c. Adanya alasan ideologis yang “mewajibkan” para petani untuk terikat oleh suatu amanat suci yang harus mereka amalkan melalui kelompok taninya (Sajogyo, 1978 dalam Mardikanto, 1996).
Kelompok tani sebagai wadah organisasi dan bekerja sama antar anggota mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat tani, sebab segala kegiatan dan permasalahan dalam berusaha tani dilaksanakan oleh kelompok secara bersamaan. Melihat potensi tersebut, maka kelompok tani perlu dibina dan diberdayakan lebih lanjut agar dapat berkembang secara optimal.
Pentingnya pembinaan petani dengan pendekatan kelompok tani juga dikemukakan oleh Mosher (1968) dalam Djiwandi (1994) bahwa salah satu syarat pelancar pembangunan pertanian adalah adanya kegiatan petani yang tergabung dalam kelompok tani. Mengembangkan kelompok tani menurut Jomo (1968) dalam Djiwandi (1994) adalah berarti membangun kemauan, dan kepercayaan pada diri sendiri agar dapat terlibat secara aktif dalam pembangunan. Disamping itu agar mereka dapat bergerak secara metodis, berdayaguna, dan teroganisir. Suatu gerakan kelompok tani yang tidak teroganisir dan tidak mengikuti kerjasama menurut pola-pola yang maju, tidak akan memecahkan problem-problem yang dihadapi petani.
Kelompok tani, menurut Deptan RI (1980) dalam Mardikanto (1996) diartikan sebagai kumpulan orang-orang tani atau petani, yang terdiri atas petani dewasa (pria/wanita) maupun petani taruna (pemuda/i), yang terikat secara informal dalam suatu wilayah kelompok atas dasar keserasian dan kebutuhan bersama serta berada dilingkungan pengaruh dan pimpinan seorang kontak tani.
Beberapa keuntungan dari pembentukan kelompok tani itu, antara lain diungkapkan oleh Torres (Wong, 1997) dalam Mardikanto (1996) sebagai berikut:
a. Semakin eratnya interaksi dalam kelompok dan semakin terbinanya kepemimpinan kelompok.
b. Semakin terarahnya peningkatan secara cepat tentang jiwa kerjasama antar petani.
c. Semakin cepatnya proses difusi penerapan inovasi atau teknologi baru.
d. Semakin naiknya kemampuan rata-rata pengembalian hutang petani.
e. Semakin meningkatnya orientasi pasar, baik yang berkaitan dengan masukan (input) atau produk yang dihasilkannya.
f. Semakin dapat membantu efesiensi pembagian air irigasi serta pengawasannya oleh petani sendiri.
Sedangkan alasan utama dibentuknya kelompok tani adalah :
a. Untuk memanfaatkan secara lebih baik (optimal) semua sumber daya yang tersedia.
b. Dikembangkan oleh pemerintah sebagai alat pembangunan.
c. Adanya alasan ideologis yang “mewajibkan” para petani untuk terikat oleh suatu amanat suci yang harus mereka amalkan melalui kelompok taninya (Sajogyo, 1978 dalam Mardikanto, 1996).
Pustaka :
Mardikanto, T. 1996. Penyuluhan Pembangunan Kehutanan. Departemen Kehutanan. Jakarta.
Djiwandi, 1994. Pengaruh Dinamika Kelompok Tani Terhadap Kecepatan
Adopsi Teknologi Usahatani di Kabupaten Sukoharjo. Laporan Penelitian.
Tidak Dipublikasikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar